Jumat, 26 Oktober 2012
PENALARAN DEDUKTIF
PENALARAN DEDUKTIF
1.
Pengertian Deduktif atau Deduksi
Kata deduktif atau deduksi berasal dari kata latin deducere ( de yang berarti ‘dari’, dan kata ducere yang berarti ‘menghantar’,
‘memimpikan’). Dengan demikian kata deduksi
yang diturunksn dsri ksts itu berarti ‘menghantar dari sesuatu hal kesesuatu
hal yang lain’. Sebagai istilah dalam penalaran, deduksi merupakan proposisi
yang sudah ada, menuju kepada suatu proposisi baru yang berbentuk suatu
kesimpulan.
Dalam pengalaman-pengalaman hidup
kita, kita sudah membentuk bermacam-macam proposi, baik bersifat umum maupun
bersifat khusus.
Dalam penalaran yang bersifat
deduksi, penulis tidak perlu mengumpulkan fakta-fakta itu. Yang perlu baginya
adalah suatu proposisi umum dan suatu proposisi yang bersifat mengidentifikasi
suatu peristiwa khusus yang bertalian dengan proposisi umum tadi. Konklusi
dalam sebuah deduksi dapat dipaktikan sebagai konklusi yang benar kalau
proposisinya itu mengandung kebenaran.
Uraian mengenai proses berfikir yang
deduktif akan dilangsungkan melalui beberapa corak berfikir deduktif, yaitu: silogisme kategorial,silogisme hipotetis,
silogisme disjungtif atau silogisme
alternative, entimem, rantai deduksi, dan teknik pengujian kebenaran atas
tiap corak penalaran deduktif itu.
2.
Silogisme Kategorial
a.
Pengertian
Silogisme adalah suatu bentuk proses penalaran, yang berusaha
menghubungkan dua proposisi (peryataan) yang merupakan proposisi yang ketiga.
Kedua proposisi yang pertama disebut juga premis. Batasan silogisme diatas
berlaku baik untuk silogisme kategorial, maupun untuk siligisme hipotetis dan
silogisme alternative.
Secara khusus silogisme kategorial dapat dibatasi sebagai
suatu argumen deduktif yang mengandung suatu rangkaian yang terdiri dri tiga
proposisi kategorial, yang disusun sedemikian rupa sehingga ada tiga term yang
muncul dalam rangkaian pernyataan itu. Tiap-tiap trem hanya boleh muncul dalam
dua pernyataan, misalnya:
1) Semua buruh adalah manusia pekerja.
2) Semua tukang batu adalah buruh.
3) Jadi, semua tukang batu adalah
manusia pekerjaan.
Contoh di atas memenuhi
batasan di atas. Dalam rangkaian pernyataan diatas terdapat tiga proposisi:
(1)+(2)+(3). Dalam rangkaian ini hanya terdapat tiga term, dan tiap term muncul
dalam dua proposisi. Term predikat dari konklusi adalah term mayor dari seluruh silogisme itu. Sedangkan subyek dari
konklusi desebut term minor dari
silogisme, sementara trem yang muncul dalam kedua premis dan tidak muncul dalam
kesimpulan disebut term tengah.
b.
Proposisi Silogisme
Dalam seluruh silogisme
hanya terdapat tiga term, yaitu trem
mayor, term minor, dan term tengah.
Dalam silogisme hanya terdapat tiga proposisi, yaitu dua proposisi yang disebut
premis, dan sebuah proposisi, yaitu dua proposisi yang disebut konklusi.
Proposisi-proposisinya yaitu ada premis
mayor, ada premis minor, dan konklusi.
(1)
Premis mayor adalah premis yang mengandung term
mayor dari silogisme itu. Premis mayor adalah proposisi yang dianggap benar
bagi semua anggota kelas tertentu. Contonya ‘ semua buruh adalah manusia
pekerja’.
(2)
Premis minor adalah premis yang mengandung trem
minor dari silogisme itu. Premis mayor adalah proposisi yang mengeditifikasi
sebuah peristiwa yang khusus sebagai anggota dari kelas tadi. Contonya ‘semua
tukang batu adalah buruh’.
(3)
Kesimpulan adalah proposisi yang menyatakan, bahwa
apa yang benar tentang seluruh kelas, juga akan benar atau berlaku bagi anggota
tertentu.contohnya ‘semua tukang batu adalah manusia pekerja’.
c.
Kesahihan dan Kebenaran
Kesahihan (validitas atau keabsahan) dari suatu silogisme
semata-mata tergantung dari bentuk logisnya, sedangkan kebenaran tergantung
dari fakta-fakta yang mendukung sebuah pernyataan. Betuk logis sebuah silogisme
ditentukan oleh:
(1) Bentuk logis dari
pernyataan-pernyataan kategorial dalam silogisme.
(2) Cara penyusunan term-term dalam
masing-masing pernyataan dalam silogisme itu.
Bentuk sebuah silogisme adalah fungsi dari modus dan figur
dari silogisme. Sedangkan modus sebuah silogisme adalah penyebutan dan
pengrutan bentuk-bentuk dari semua proposisi dalam silogisme standar. Misalnya:
Permis mayor : manusia adalah
makhluk berakal budi.
Permis minor : alibaba adalah
seorang manusia
Kesimpulan : sebab itu,
alibaba adalah makhluk hidup berakal budi.
d.
Menguji Validitas
Untuk menguji apakah silogisme itu abash atau tidak, dapat
dipergunakan bentuk sebuah silogisme sebagai dikemukakan di atas dengan
menggunakan Deagram Venn.
(1) Pengujian A A A -1
Premis Mayor : semua prajurit adalah
orang yang gagah berani.
Premis Minor :semua kelasi adalah
prajurit.
Kesimpulan : jadi, semua
kelasi adalah orang yang gagah berani.
(2) Pengujian A A A-2
Premis Mayor : semua prajurit orang
yang gagah berani
Premis Minor : semua kelasi adalah
orang yang gagah berani.
Kesimpulan : semua kelasi
adalah prajurit.
(3) Pengujian A E E –2
Premis Mayor : semua pengajar adalah
guru
Premis Minor : tidak ada pelajar
adalah guru
Kesimpulan : tidak ada pelajar
adalah pengajar
(4) Pengujiaan I A I –3
Premis Mayor : beberapa binatang
bersayap adalah burung.
Premis Minor : semua binatang
bersayap adalah unggas.
Kesimpulan : sebab itu,
beberapa unggas dalah burung.
(5) Pengujiaan I E O –4
Premis Mayor : beberapa sarjana
adalah usahawan.
Premis Minor : tak ada usahawan
adalah tenaga edukatif.
Kesimpulan : beberapa tenaga
edukatif adalah sarjana.
e.
Kaidah-kaidah silogisme kategorial
(1) Semua silogisme harus terdiri dari
tiga proposisi. Ketiga proposisi itu masing-masing disebut : premis mayor,
premis minor, dan konlusi.
(2) Dalam ketiga proposisi itu harus
terdapat tiga term, yaitu term mayor, yang merupakan term predikat dari
konklusi, term minor yang menjadi term subyek dari konklusi, dan term tengah
yang menghubungkan premis mayor dan premis minor.
(3) Setiap term yang terdapat dalam
kesimpulan harus terbesar atau sudah disebut dalam premis-premisnya.
(4) Bila salah satu premis bersifat
universal dan yang lain bersifat particular, maka konklusinya harus bersifat
pratikular.
(5) Dari dua premis yang bersifat
universal, konklusi yang diturunkan juga harus besifat universal.
(6) Jika sebuah silogisme mengandung
sebuah premis yang positif dan sebuah premis yang negative, maka konkulasinya
harus negative.
(7) Dari dua buah premis yang negative
tidak dapat ditarik kesimpulan.
(8) Dari dua premis yang bersifat
particular, tidak dapat ditarik kesimpulan yang sah.
3.
Silogisme Hipotetis
Silogisme hipotetis atau silogisme
pengendalian adalah semacam pola penalaran deduktif yang mengandung hipotese.
Oleh sebab itu rumus proposisi mayor dari silogisme ini adalah:
Jika P, maka Q
Untuk mudahnya perhatikan bentuk silogisme hipotetis berikut:
Premis Mayor : Jika tidak turun hujan, maka panen akan gagal.
Premis Minor : Hujan tidak turun.
Konkolusi : Sebab itu panen akan gagal.
Walaupun premis mayor bersifat
hipotesis, premis minor dan konklusinya tetap bersifat kategorial.
4. Silogisme Alternatif
Jenis silogisme yang ketiga adalah silogisme alternatif atau disebut juga silogisme disjungtif. Proposisi
alternative yaitu proposisi yang mengandung kemungkinan-kemukinan atau
pilihan-pilihan. Sebaliknya proposisi minornya adalah proposisi kategorial yang
menerima atau menolaksalah satu alternatifnya. Contoh:
Premis mayor : Ayah ada dikantor atau dirumah.
Premis minor : Ayah ada dikantor
Konkulasi : Sebab itu, ayah tidak ada di rumah.
Atau
Premis mayor : Ayah ada dikantor atau dirumah.
Premis minor : Ayah tidak ada dikantor
Konkulasi : Sebab itu, ayah ada di rumah.
5. Entimem
Dalam kehidupan sehar-hari biasanya
silogisme itu muncul hanya dengan dua proposisi, salah satunya dihilangkan.
Walaupun dihilangkan, proposisi itu tetap dianggap diketahui pula oleh orang
lain, bentuk semacam ini dinamakan entimen.
Misalnya sebuah silogisme asli akan
dinyatakan oleh seorang pengasuh ruangan olahraga dalam sebuah harian sebagai
berikut :
Premis mayor: Siapa saja yang dipilih
mengikuti pertandingan Thomas Cup adalah seorang permain kawakan.
Premis minor : Rudy Hartono terpilih untuk mengikuti
pertandingan Thomas Cup.
Konkulasi : Sebab itu Rudy Hartono adalah seorang
pemain kawakan.
Persoalan dalam sebuah argumentasi
adalah bagaimana pengemukakan dan menganalisa kebenaran atau menunjukkan
kekeliruan penalaran orang lain.
6.
Rantai Deduksi
Seringkali penalaran yang deduktif
dapat berlangsung lebih informal dari entimem. Orang-orang tidak berhenti pada
sebuah silogisme saja, tetapi dapat pula merangkai beberapa bentuk silogisme
yang terutang dalam bentuk-bentuk yang informal. Misalnya sesudah beberapa kali
merasakan buah belimbing, seorang akan mengambil kesimpulan: belimbing masam
rasanya.
Dalam kenyataan penalaran yang
induktif dan deduktif member pengaruh timbale balik, sebab secara serempak
penalaran itu dapat bergerak melalui proses-proses yang komplek, dengan menilai
avidensi yang ditimbulkan oleh situasi tertentu. Penalaran itu melukiskan
generalisasi yang tepat dari pengetahuan seseorang, serta menerapkannya secara
deduktif kepada situasi yang khusus.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar