WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN
Wajib
daftar perusahaan adalah hanya masalah teknik adminitratif. Namun demikian
pendaftaran atau daftar perusahaan merupakan hal yang sangat penting.
Pada dasarnya ada 3
pihak yang memperoleh manfaat dari daftar perusahaan tersebut, yaitu:
1)
Pemerintahan
2)
Dunia Usaha
3)
Pihak yang berkepentingan
Selain itu daftar
perusahaan penting sebagai alat pembuktian yang sempurna atau ontentik.
Ketentuan
wajib daftar perusahaan : Dalam Pasal 1 UU Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
Tujuan
dan sifat wajib daftar perusahaan
Maksud
diadakannya usaha pendaftaran perusahaan ialah tidak hanya untuk mencegah agar
supaya khalayak ramai terhadap suatu nama perusahaan mendapatkan suatu gambaran
yang keliru mengenai perusahaan yang bersangkutan, tetapi terutama untuk
mencegah timbulnya gambaran sedemikian rupa sehingga pada umumnya gambaran itu
mempengaruhi terjadinya perbuatan-perbuatan ekonomis pihak-pihaik yang berminat
mengadakan perjanjian.
Sifat
wajib daftar perusahaan
Wajib Daftar Perusahaan
bersifat terbuka. Maksudnya ialah bahwa Daftar Perusahaan itu dapat
dipergunakan oleh pihak ketiga sebagai sumber informasi.
Kewajiban
pendaftaran dan Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan
Setiap Perusahaan wajib
didaftarkan dalam Daftar Perusahaan. Pendaftaran Wajib dilakukan oleh pemilik
atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau dapat diwakilkan kepada orang
lain dengan memberikansuratkuasa yang sah.
Cara dan tempat serta
waktu pendaftaran menurut Pasal 9 :
a. Pendaftaran
dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang ditetapkan oleh Menteri
pada kantor tempat pendaftaran perusahaan.
b. Penyerahan formulir
pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan
c. Dalam hal suatu
perusahaan tidak dapat didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat b pasal ini,
pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan di Ibukota Propinsi
tempat kedudukannya. Pendaftaran wajib dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga)
bulan setelah perusahaan mulai menjalankan usahanya. Sesuatu perusahaan
dianggap mulai menjalankan usahanya pada saat menerima izin usaha dari instansi
teknis yang berwenang ( Pasal 10 ).
HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL
Pengertian HAKI
Kekayaan Intelektual atau Hak Atas
Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual adalah
padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR)
atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Istilah atau terminologi
Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun
1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si
pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku
sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya. Istilah HAKI terdiri
dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan merupakan
abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual.
Kumpulan artikel Hak Atas Kekayaan Intelektual
Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas
segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan,
seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna
untuk manusia. Objek yang diatur dalam HAKI adalah karya-karya yang timbul
atau lahir karena kemampuan intelektual manusia Sistem HAKI
merupakan hak privat (private rights). Seseorang bebas untuk mengajukan
permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak eklusif yang
diberikan Negara kepada individu pelaku HAKI (inventor, pencipta, pendesain dan
sebagainya) tiada lain dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya
(kreativitas) nya dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut
mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HAKI tersebut kepentingan
masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar. Disamping itu sistem HAKI
menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk
kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya
lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi
yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal
untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan
nilai tambah yang lebih tinggi lagi.
Teori Hak Atas Kekayaan Intelektual
Teori Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) sangat
dipengaruhi oleh pemikiran John Locke tentang hak milik. Dalam bukunya, Locke
mengatakan bahwa hak milik dari seorang manusia terhadap benda yang
dihasilkannya itu sudah ada sejak manusia lahir. Benda dalam pengertian disini
tidak hanya benda yang berwujud tetapi juga benda yang abstrak, yang disebut
dengan hak milik atas benda yang tidak berwujud yang merupakan hasil dari
intelektualitas manusia.
PELINDUNGAN KONSUMEN
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang
diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual
diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.
Perangkat Hukum Indonesia
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan
bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa;
hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang
diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan
sebagainya.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan
seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan
adalah:
§ Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat
(1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
§ Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan
lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
§ Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
§ Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan
Alternatif Penyelesian Sengketa
§ Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan
Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
§ Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No.
235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada
Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
§ Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri
No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
ANTI
MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Pengertian monopoli:
Pasar Monopoli (berasal
dari bahasa yunani monos satu n polein menjual) adalah suatu bentuk pasar di
mana hanya tedapat satu perusahaan saja.
Ciri-Ciri Pasar
Monopoli:
·
Pasar Monopoli adalah Industri Satu
Perusahaan
·
Tidak Mempunyai Barang Pengganti yang
Mirip
·
Tidak Terdapat Kemungkinan untuk Masuk
ke dalam Industri
·
Dapat Mempengaruhi Penentuan Harga
·
Promosi Iklan Kurang Diperlukan
Faktor yang menimbulkan
monopoli:
Perusahaan monopoli
mempunyai suatu sumber daya tertentu yang unik dan tidak dimiliki oleh
perusahaan lain.
Perusahaan monopoli
pada umunnya dapat menikmati skala ekonomi hingga ke tingkat produksi yang
sangat tinggi.
Monopoli wujud dan
berkembang melalui undang-undang, yaitu pemerintah memberi hak monopoli kepada
perusahaan tersebut.
UU No. 5 Tahun 1999
tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat mengatur
kegiatan bisnis yang baik dalam arti tidak merugikan pelaku usaha lain.
Monopoli tidak dilarang dalam ekonomi pasar, sejauh dapat mematuhi
“rambu-rambu” atau aturan hukum persaingan yang sehat. Globalisasi ekonomi
menyebabkan setiap negara di dunia harus “rela” membuka pasar domestik dari
masuknya produk barang/jasa negara asing dalam perdagangan dan pasar bebas.
Keadaan ini dapat mengancam ekonomi nasional dan pelanggaran usaha, apabila
para pelaku usaha melakukan perbuatan tidak terpuji.
PENYELESAIN SENGKETA EKONOMI
Pengertian sengketa
Pengertian sengketa
dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik
berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok,
atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Senada dengan itu
Winardi mengemukakan :
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau
kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu
objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
Cara-cara penyelesaian
a. NEGOSIASI dan ADR
Negosiasi adalah sarana paling banyak digunakan. Sarana ini
telah dipandang sebagai sarana yang paling efektif. Lebih dari 80% (delapan
puluh persen) sengketa di bidang bisnis tercapai penyelesaiannya melalui cara
ini. Penyelesaiannya tidak win-lose tetapi win-win.
Karena itu pula cara penyelesaian melalui cara ini memang dipandang yang
memuaskan para pihak.
b. ARBITRASE
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase sudah semakin
populer di kalangan pengusaha. Kontrak-kontrak komersial sudah cukup banyak
mencantumkan klausul arbitrase dalam kontrak mereka. Dewasa ini Badan Arbitrase
Nasional Indonesia (BANI), sudah semakin populer. Badan-badan penyelesaian
sengketa sejenis telah pula lahir. Di antaranya adalah Badan Arbitrase Muamalat
Indonesia (BAMUI), badan penyelesaian sengketa bisnis, dll.
c. PENGADILAN
Persepsi umum yang lahir dan masih berkembang dalam
masyarakat adalah masih adanya ketidakpuasan sebagian masyarakat terhadap badan
pengadilan.4 Pengusaha atau para pelaku ekonomi dan bisnis, terlebih masyarakat
awam melihat hukum bukan dari produk-produk hukum yang ada atau yang pemerintah
keluarkan. Masyarakat umumnya meljhat pengadilan sebagai hukum. Begitu pula
persepsi mereka terhadap polisi, jaksa, atau pengacara.
Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase dan Ligitasi
1. Negosiasi atau perundingan
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa
saling melakukan kompromi untuk menyuarakan kepentingannya. Dengan cara
kompromi tersebut diharapkan akan tercipta win-win solution dan akan mengakhiri
sengketa tersebut secara baik.
2. Litigasi adalah sistem penyelesaian
sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang terjadi dan diperiksa melalui
jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim. Melalui sistem ini tidak
mungkin akan dicapai sebuah win-win solution (solusi yang memperhatikan kedua
belah pihak) karena hakim harus menjatuhkan putusan dimana salah satu pihak
akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain menjadi pihak yang kalah.
Kebaikan dari sistem ini adalah:
1. Ruang lingkup pemeriksaannya yang lebih luas
2. Biaya yang relatif lebih murah
Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah:
1. Kurangnya kepastian hukum
2. Hakim yang “awam”
3.
Arbitrase
adalah cara penyelesaian sengketa yang mirip dengan litigasi, hanya saja
litigasi ini bisa dikatakan sebagai “litigasi swasta” Dimana yang memeriksa
perkara tersebut bukanlah hakim tetapi seorang arbiter. Untuk dapat menempuh
prosesi arbitrase hal pokok yang harus ada adalah “klausula arbitrase” di dalam
perjanjian yang dibuat sebelum timbul sengketa akibat perjanjian tersebut, atau
“Perjanjian Arbitrase” dalam hal sengketa tersebut sudah timbul namun tidak ada
klausula arbitrase dalam perjanjian sebelumnya. Klausula arbitrase atau
perjanjian arbitrase tersebut berisi bahwa para pihak akan menyelesaikan sengketa
melalui arbitrase sehingga menggugurkan kewajiban pengadilan untuk memeriksa
perkara tersebut. Jika perkara tersebut tetap diajukan ke Pengadilan maka
pengadilan wajib menolak karena perkara tersebut sudah berada di luar
kompetensi pengadilan tersebut akibat adanya klausula arbitrase atau perjanjian
arbitrase.
Beberapa keunggulan arbitrase dibandingkan litigasi antara
lain:
1. Arbitrase relatif lebih terpercaya karena Arbiter dipilih oleh para pihak
yang bersengketa.
2. Arbiter merupakan orang yang ahli di bidangnya sehingga
putusan yang dihasilkan akan lebih cermat.
3. Kepastian Hukum lebih terjamin karena putusan arbitrase
bersifat final dan mengikat para pihak.
Sedangkan kelemahannya antara lain:
1. Biaya yang relatif mahal karena honorarium arbiter juga harus ditanggung
para pihak (atau pihak yang kalah)
2. Putusan Arbitrase tidak mempunyai kekuatan eksekutorial sebelum didaftarkan
ke Pengadilan Negeri.
3. Ruang lingkup arbitrase yang terbatas hanya pada sengketa bidang komersial
(perdagangan, ekspor-impor, pasar modal, dan sebagainya)
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar